Senin, 20 April 2015

PERBEDAAN SKNBI DAN BI-RTGS

SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia)
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UU BI), menyebutkan bahwa tugas Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang emndukung stabilitas sistem keuangan maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan sistem kliring antar bank yang dikenal dengan nama Sistem Kliring nasional Bank Indonesia atau dikenal dengan nama SKNBI.
Penyelenggaraan kliring oleh BI diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010 tanggal 12 Maret 2010 (PBI SKNBI).
SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp.100 juta.
Adapun untuk penyelenggara SKNBI terbagi menjadi :
a. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN)
PKN bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional yang saat ini dilaksanakan oleh Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) c.q Bagian Penyelenggaraan Setelmen yang bertempat di Gd. D BI, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta Pusat.
b. Penyelenggara Kliring Lokal (PKL)
PKL bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring lokal. Berdasarkan pihak yang menjadi penyelenggara, PKL dibedakan menjadi 2, yaitu PKL BI dan PKL Selain BI.
PKL BI adalah PKL yang diselenggarakan oleh BI yaitu Kantor Bank Indonesia dan Bagian Kliring Jakarta yang berada di Kantor Pusat Bank Indonesia. Sedangkan PKL Selain BI adalah PKL yang diselenggarakan oleh kantor bank yang telah mendapat persetujuan dari BI untuk menyelenggarakan SKNBI di wilayah yang bersangkutan. 
Penyelenggaraan SKNBI di wilayah kliring yang tidak terdapat kantor BI pada prinsipnya didasarkan pada kebutuhan dan kesepakatan tertulis dari bank-bank setempat.

Persyaratan  minimal agar di suatu wilayah dapat diselenggarakan SKNBI adalah :
a. Jumlah Kantor Bank
Jumlah kantor bank yang mendukung dan akan menjadi peserta penyelenggaraan SKNBI paling kurang 4(empat) bank yang berbeda.

b. Jumlah Transaksi
Jumlah warkat debet antar bank setempat yang potensial untuk dikliringkan melalui Kliring debet rata-rata paling kurang 30 (tiga puluh) warkat per hari dalam periode 6 (enam) bulan terakhir.
Persyaratan menjadi peserta SKNBI
Untuk menjadi peserta SKNBI, berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, pihak yang dapat menjadi peserta SKNBI adalah Bank. Setiap bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring, dengan persyaratan antara lain sebagai berikut :
1. Telah memperoleh izin usaha atau izin pembukaan kantor dari BI
2. Lokasi kantor bank memungkinkan untuk mengikuti penyelenggaraan SKNBI secara tertib sesuai jadwal yang ditetapkan PKL.
3. Telah menandatangani perjanjian penggunaan SKNBI antara BI dengan bank sebagai peserta.
4. Kantor Bank yang akan menjadi peserta menyediakan perangkat kliring, antara lain meliputi perangkat TPK dan jaringan komunikasi data baik utama maupun backup.
Jenis layanan yang terdapat pada SKNBI meliputi :
A. Kliring Kredit
1. Penyelenggaraan Kliring Kredit dilakukan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring  Nasional (PKN).
2. Transaksi yang dapat dikliringkan adalah transfer kredit yang berasal dari peserta di suatu wilayah kliring untuk ditujukan ke peserta lainnya di seluruh Indonesia.
3. Transfer kredit yang dikliringkan dalam bentuk Data Keuangan Elektronik (DKE).

B. Kliring Debet
1. Penyelenggaraan Kliring Debet dilakukan per wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL).
2. Transaksi yang dapat dikliringkan adalah transfer debet yang berasal dari warkat debet berupa cek dan bilyet giro.
3. Transfer debet yang dikliringkan dalam bentuk data keuangan elektronik disertai dengan penyampaian warkat debet.
4. Kegiatan dalam penyelenggaraan Kliring Debet terdiri atas :
    a. Kliring Penyerahan
        Memperhitungkan transfer debet yang disampaikan oleh peserta pengirim kepada peserta  penerima melalui PKL.
     b. Kliring Pengembalian
         Memperhitungkan transfer debet yang ditolak oleh peserta penerima kepada peserta pengirim berdasarkan alasan penolakan yang ditetapkan oleh BI. 


Jam Operasional SKNBI
A. Kliring Kredit
1. Jam operasional Penyelenggaraan Kliring Kredit ditetapkan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).
2. Kegiatan operasional Penyelenggaraan Kliring Kredit dimulai pada pukul 08.15 WIB sampai dengan pukul 15.30 WIB.

B. Kliring Debet
1. Jam operasional Penyelenggaraan Kliring Debet ditetapkan secara lokal per wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL)
2. Seluruh kegiatan kliring debet, yaitu Kliring Penyerahan dan Pengembalian diselesaikan pada hari yang sama kecuali untuk wilayah kliring Jakarta dan Surabaya, kegiatan kliring pengembalian dilakukan pada keesokan harinya atau H+1.
3. Batas waktu operasional penyelenggaraan kliring debet ditetapkan oleh PKN yaitu pukul 15.30 WIB.

Biaya SKNBI
Biaya dalam penyelenggaraan kegiatan kliring ditetapkan oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) terbagi menjadi :
a. Kliring Kredit
Biaya proses DKE kredit  sebesar Rp1.000 per DKE.
b. Kliring Debet
Biaya kliring debet sebesar Rp1.000 per DKE untuk kliring penyerahan. Sedangkan proses DKE pada kliring pengembalian tidak dikenakan biaya.

Biaya proses pemilahan warkat debet adalah sebesar Rp.500 per lembar warkat. Sedangkan sanksi kewajiban membayar atas Cek/BG yang ditolak melalui kliring pengembalian dengan alasan tertentu sebesar Rp100.000 per lembar warkat/DKE.
BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement)
Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan (Systemically Important Payment System).
Sistem BI-RTGS memberikan banyak manfaat, selain berfungsi meningkatkan kepastian penyelesaian akhir (settlement finality) setiap transaksi pembayaran, yang berarti mengurangi risiko penyelesaian akhir (minimizing settlement risk) , BI RTGS juga menjadi sarana transfer dana antar-bank yang praktis, cepat, efisien, aman dan handal. Disamping itu BI-RTGS yang dilengkapi dengan mekanisme sentralisasi rekening giro menjadi sarana yang dapat diandalkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dana (management fund) baik bagi peserta maupun pihak otoritas moneter dan perbankan. Bagi otoritas informasi mengenai pengelolaan dana perbankan menjadi informasi pendukung dalam menjalankan kegiatan operasi moneter dan early warning systempengawasan bank.
BI-RTGS didisain untuk memastikan penyelesaian akhir dapat dilakukan secara gross settlement, real time, final dan irrevocable. Penyelesaian transaksi BI RTGS dilakukan per transaksi secara seketika dan tidak dapat dibatalkan. Penyelesaian real time terbatas pada proses pengiriman transaksi dari peserta pengirim kepada Bank Indonesia untuk diteruskan kepada peserta penerima. Sementara itu waktu penyelesaian akhir transaksi transfer nasabah pada rekeningnya tergantung dengan kondisi dan standar sistem pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi di internal peserta, sehingga dapat saja terjadi perbedaan waktu antara penyelesaian akhir pada BI-RTGS dengan penerimaan transfer dana pada rekening  nasabah.

Sistem Antrian (Queue) transaksi diterapkan dalam BI-RTGS. Transaksi dapat masuk dalam sistem antrian apabila pada saat dikirimkan, peserta belum memiliki dana yang cukup. Kondisi ini terjadi antara lain karena peserta masih menunggu transaksi masuk dari peserta lain.  Transaksi pada  BI-RTGS hanya dapat  diproses penyelesaian akhirnya apabila peserta memiliki dana yang cukup (prinsip no money no game). Transaksi yang telah masuk dalam antrian dapat diselesaikan segera setelah peserta menerima transaksi masuk atau menyetorkan tambahan dana. Penerapan antrian ini mengharuskan peserta untuk mengelola likuiditasnya secara bijaksana, agar seluruh transaksinya dapat terselesaikan dengan baik di akhir  hari.
BI-RTGS juga dilengkapi dengan mekanisme Gridlock Resolution. Mekanisme ini bertujuan untuk mencegah kemacetan (gridlock) yaitu kondisi dimana sejumlah peserta tidak mampu menyelesaikan kewajibannya karena masih menunggu tagihannya diselesaikan. Gridlock Resolution dijalankan secara otomatis pada  BI-RTGS pada setiap waktu tertentu,
Untuk memperlancar proses penyelesaian akhir transaksi pada BI-RTGS, penyelenggara menghimbau peserta agar mematuhi Throughput Guidellines.Throughput Guidellines merupakan suatu target prosentase tertentu dari total transaksi yang dilakukannya selama 1 hari.  Kepatuhan peserta terhadap Throughput Guidellines akan mengurangi kemungkinan penumpukan transaksi di akhir hari.
Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS) adalah fasilitas cadangan pendanaan likuiditas yang disediakan oleh penyelenggara, yang hanya dapat digunakan dalam hari satu hari. FLI/FLIS dapat dimanfaatkan oleh peserta untuk mengatasi kesulitan likuiditas peserta yang bersifat sementara atau mengalami intraday gapIntraday gap mungkin saja terjadi karena pemrosesan transaksi BI-RTGS yang bersifat gross settlement menyebabkan penyelesaian per transaksi dilakukan secara terus-menerus sepanjang hari, sehingga diperlukan likuiditas yang tinggi. Pemanfaatan FLI/FLIS oleh peserta tetap mensyaratkan jaminan yang berkualitas, biasanya dalam bentuk SBI atau SWBI dan wajib diselesaikan pada hari yang sama.
BI-RTGS juga merupakan Settlement Processor. Sebagai settlement processor, BI-RTGS menjadi sarana penyelesaian akhir bagi transaksi pembayaran ritel, meliputi pembukuan hasil kliring yang diselenggarakan oleh BI (SKNBI) dan hasil kliring ATM/kartu debit/kartu kredit. Selain transaksi pembayaran ritel, BI-RTGS juga menjadi sarana pelimpahan penyelesaian akhir transaksi serah dana dari perdagangan sekuritas, transaksi perdagangan valas antar-bank, setelmen dana dari operasi moneter/operasi pasar terbuka (OPT), transaksi pembayaran pemerintah dan  transaksi surat berharga.
Dalam rangka memastikan Sistem BI-RTGS diselenggarakan dengan tingkat keamanan yang tinggi dan ketersediaan sepanjang jam operasional yang ditetapkan, baik penyelenggara maupun peserta, Sistem BI-RTGS memiliki prosedur penanganan dalam kondisi gangguan dan/atau keadaan darurat,  antara lain prosedur penanganan keadaan darurat (Contingency Plan), fasilitas back up, dan Business Continuity Plan (BCP).Selain itu, penyelenggara juga menyediakan fasilitas guest bank kepada peserta sebagai sarana back up pada lokasi penyelenggara dalam rangka gangguan dan atau keadaan darurat untuk mencegah kegagalan peserta dalam menggunakan sarana RTGS terminal untuk proses setelmen melalui sistem BI-RTGS.
Bank Indonesia  sebagai  Otoritas
Sesuai UU Bank Indonesia  No. 23/1999 jo No.3/2004 jo No.6/2009 pasal 8 dinyatakan bahwa salah satu tugas BI mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dalam rangka menjalankan tugas yang diembannya, BI berwenang dalam melaksanakan dan memberi ijin penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; mewajibkan Penyelenggara sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kepada BI; dan menetapkan penggunaan alat pembayaran (pasal 15).
Fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas Sistem Pembayaran termasuk berperan sebagai pembuat ketentuan(Regulator) dan pengawas (Overseer) BI-RTGS. Dalam menjalankan peran sebagai regulator, BI menetapkan landasan hukum yang kuat untuk penerapan Sistem BI-RTGS dan menentukan peran dan tanggung jawab penyelenggara dan peserta Sistem BI-RTGS.
Dalam menjalankan peran sebagai pengawas (Overseer), BI memastikan bahwa penyelenggaraan BI-RTGS memenuhi prinsip pada  10 Core principles for Systematically Important Payment System (CP-SIPS) dari Bank for International Settlement seperti yang diatur dalam peraturan Sistem BI-RTGS untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen. Fungsi pengawasan dilakukan melalui pembuatan ketentuan, pertemuan konsultasi dengan penyelenggara, monitoring dan assessment.
Salah satu bentuk kegiatan pengawasan yang dilakukan adalah mewajibkan penyelenggara dan peserta memiliki standar pengamanan yang memadai. Untuk menilai keamanan penyelenggaraan BI-RTGS, Bank Indonesia dapat meminta auditor/pemeriksa Teknologi Informasi Independen untuk melakukan kegiatan security audit. Kegiatan audit ini dilakukan terhadap aplikasi maupun network/jaringan yang digunakan dalam sistem BI-RTGS, tujuannya adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa  Sistem BI-RTGS yang diselenggarakan telah aman dan handal. Selain itu Bank Indonesia juga mewajibkan penyelenggara dan seluruh peserta untuk melakukan ujicoba terhadapback up dan rencana penanggulangan kondisi darurat secara periodik. Pemenuhan persyaratan sebagai peserta dan kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara RTGS juga menjadi satu perhatian dalam kegiatan pengawasan, disamping pemenuhan kewajiban untuk melaporkan hasil pemeriksaan internal terhadap operasional RTGS di sisi peserta. 
sumber:
http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/edukasi/Pages/edukasi_SIKILAT.aspx
http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/sistem-setelmen/bi-rtgs/bi-rtgs/Contents/Default.aspx

Selasa, 31 Maret 2015

ETIKA DAN PROFESIONALISME

• Pengertian Etika
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
• Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
• Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
• Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah :
• Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
• Kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak
• Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
a. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.
b. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
– Etika Individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
– Etika Sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

Ada dua macam etika yang harus dipahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

PROFESIONALISME
• Pengertian Profesi
Tangkilisan (2005) menyatakan bahwa, Profesi sebagai status yang mempunyai arti suatu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan, mencakup illmu pengetahuan, keterampilan dan metode. Menurut DEGEORGE :
– PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
• Pengertian Profesional
– Menurut Hardjana (2002), pengertian profesional adalah orang yang menjalani profesi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.
– Menurut Tanri Abeng (dalam Moeljono, 2003: 107), pengertian professional terdiri atas tiga unsur, yaitu knowledge, skill, integrity, dan selanjutnya ketiga unsur tersebut harus dilandasi dengan iman yang teguh, pandai bersyukur, serta kesediaan untuk belajar terus-menerus.
• Pengertian Profesionalisme
– Menurut Siagian (dalam Kurniawan, 2005:74), profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat.
– Menurut Abdulrahim (dalam suhrawardi, 1994 :10) bahwa profesionalisme biasanya dipahami sebagai kualitas yang wajib dipunyai setiap eksekutif yang baik, dimana didalamnya terkandung beberapa ciri sebagai berikut :
1. Punya Keterampilan tinggi dalam suatu bidang, serta kemahiran dalam mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi.
2. Punya ilmu dan pengetahuan serta kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah dan peka didalam membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
3. Punya sikap berorientasi ke hari depan, sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terentang dihadapannya.
4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi dirinya dan perkembangan pribadinya.

• Ciri Khas Profesi
Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
2. Suatu teknik intelektual
3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
8. Pengakuan sebagai profesi
9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
10. Hubungan yang erat dengan profesi lain

Mengapa Etika dan Profesionalisme TSI dibutuhkan?
Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu merumuskan pedoman etis yang lebih kuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat.
Etika membantu untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan dan yang perlu dipahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Tujuan Etika dalam teknologi informasi: sebagai dasar pijakan atau patokan yang harus ditaati dalam teknologi informasi untuk melakukan proses pengembangan, pemapanan dan juga untuk menyusun instrument.
Sasaran, etika digunakan dalam teknologi informasi agar:
1. mampu memetakan permasalahan yang timbul akibat penggunaan teknologi informasi itu sendiri.
2. Mampu menginventarisasikan dan mengidentifikasikan etika dalam teknologi informasi.
3. Mampu menemukan masalah dalam penerapan etika teknologi informasi.
Tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi :
1. Standar‐standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya.
2. Standar‐standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema‐dilema etika dalam pekerjaan.
3. Standar‐standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi‐fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan‐kelakuan yang jahat dari anggota‐anggota tertentu.
4. Standar‐standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral‐moral dari komunitas, dengan demikian standar‐standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya.
5. Standar‐standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.
6. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang‐undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya.

Kapan Etika dan Profesionalisme TSI diterapkan?
Etika dan profesionalisme TSI digunakan/dapat diterapkan ketika seseorang hendak menggunakan teknologi sistem informasi yang ada. Etika dan profesionalisme hendaknya dijalankan setiap waktu pada saat yang tepat. Sebuah pertanggung-jawaban dari suatu etika dan profesionalisme harus nyata.
Ada empat isu-isu etika yang harus diperhatikan, yakni:
1. Isu privasi: rahasia pribadi yang sering disalahgunakan orang lain dengan memonitor e-mail, memeriksa komputer orang lain, memonitor perilaku kerja (kamera tersembunyi). Privasi informasi adalah hak untuk menentukan kapan, dan sejauh mana informasi mengenai diri sendiri dapat dikomunikasikan kepada pihak lain. Hak ini berlaku untuk individu, kelompok, dan institusi.
2. Isu akurasi: autentikasi, kebenaran, dan akurasi informasi yang dikumpulkan serta diproses. Siapa yang bertanggung jawab atas berbagai kesalahan dalam informasi dan kompensasi apa yang seharusnya diberikan kepada pihak yang dirugikan?
3. Isu properti: kepemilikan dan nilai informasi (hak cipta intelektual). Hak cipta intelektual yang paling umum berkaitan dengan TI adalah perangkat lunak. Penggandaan/pembajakan perangkat lunak adalah pelanggaran hak cipta dan merupakan masalah besar bagi para vendor, termasuk juga karya intelektual lainnya seperti musik dan film.
4. Isu aksesibilitas: hak untuk mengakses infomasi dan pembayaran biaya untuk mengaksesnya. Hal ini juga menyangkut masalah keamanan sistem dan informasi.
Isu-isu tersebut harus diperhatikan dan dijadikan panduan ketika hendak menggunakan TSI dan harus dilakukan secara profesional mengingat peran seseorang tersebut disuatu perusahaan yang berkaitan erat dengan tanggung jawab orang tersebut di perusahaan.
Siapa yang menerapkan Etika dan Profesionalisme TSI?
Semua elemen di dalam suatu lingkungan kerja yang menggunakan (berhubungan dengan) TSI hendaknya menerapkan Etika dan Profesionalisme TSI. Mereka yang ada di lingkungan kerja ini harus sadar dan bertanggung jawab untuk mengimplementasikan etika dan profesionalisme TSI untuk menghindari isu-isu etika.

Secara umum, pekerjaan di bidang IT terbagi dalam 3 kelompok sesuai bidangnya yaitu :
• Mereka yang bekerja di bidang perangkat lunak (software), seperti :
– Sistem analis, orang yang bertugas menganalisa sistem yang akan diimplementasikan, mulai dari menganalisa sistem yang ada, kelebihan dan kekurangannya, sampai studi kelayakan dan desain sistem yang akan dikembangkan.
– Programer, orang yang bertugas mengimplementasikan rancangan sistem analis sesuai sistem yang dianalisa sebelumnya.
– Web designer, orang yang melakukan kegiatan perencanaan, termasuk studi kelayakan, analisis dan desain terhadap suatu proyek pembuatan aplikasi berbasis web.
– Web Programmer, orang yang bertugas mengimplementasikan rancangan web designer sesuai desain yang telah dirancang sebelumnya.
• Mereka yang bergelut di bidang perangkat keras (hardware). Pada lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti:
– Technical engineer, orang yang berkecimpung dalam bidang teknik, baik mengenai pemeliharaan maupun perbaikan perangkat sistem komputer.
– Networking Engineer, adalah orang yang berkecimpung dalam bidang teknis jaringan komputer dari maintenance sampai pada troubleshooting-nya.
• Mereka yang berkecimpung dalam operasional sistem informasi. Pada lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan seperti :
– EDP Operator, orang yang bertugas mengoperasikan program-program yang berhubungan dengan electronic data processing dalam lingkungan sebuah perusahaan atau organisasi lainnya.
– System Administrator, orang yang bertugas melakukan administrasi terhadap sistem, melakukan pemeliharaan sistem, memiliki kewenangan mengatur hak akses terhadap sistem, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengaturan operasional sebuah sistem.

Sumber:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26668/5/Chapter%2520I.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25144/4/Chapter%2520II.pdf
ikma10fkmua.files.wordpress.com/2010/10/filsafat-fkm-7-etika-trias.ppt


Minggu, 25 Januari 2015

Langkah-langkah Utama dalam Melindungi Aset Sistem Informasi Melalui Sistem Keamanan yang Baik.

Aset : Perlindungan aset merupakan hal yang penting dan merupakan langkah awal dari berbagai implementasi keamanan komputer. Contohnya: ketika mendesain sebauah website e-commerce yang perlu dipikirkan adalah keamanan konsumen. Konsumen merupakan aset yang penting, seperti pengamanan naman alamat ataupun nomor kartu kredit.
Analisi Resiko : adalah tentang identifikasi akan resiko yang mungkin terjadi, sebuah even yang potensial yang bisa mengakibatkan suatu sistem dirugikan.
Perlindungan : Kita dapat melindungi jaringan internet dengan pengaturan Internet Firewall yaitu suatu akses yang mengendalikan jaringan internet dan menempatkan web dan FTP server pada suatu server yang sudah dilindungi oleh firewall.
Alat : alat atau tool yang digunakan pada suatu komputer merupakan peran penting dalam hal keamanan karena tool yang digunakan harus benar-benar aman.
Prioritas : Jika keamanan jaringan merupakan suatu prioritas, maka suatu organisasi harus membayar harga baik dari segi material maupun non material. Suatu jaringan komputer pada tahap awal harus diamankan dengan firewall atau lainnya yang mendukung suatu sistem keamanan.

Yang Harus Dilindungi dalam Mengamankan suatu Sistem Informasi

Untuk mengamankan suatu Sistem Informasi menurut anda apa saja yang perlu dilindungi?
1. Aset Fisik
- Personel (end users, analyst, programmers, operators, clerks, Guards).
- Hardware (media penyimpanan, dan periperal) seperti Mainfarme, minicomputer, microcomputer, disk, printer, communication lines, concentrator, terminal).
- Fasilitas (Furniture, office space, computer rrom, tape storage rack).
- Dokumentasi (System and program doc.,database doc.,standards plans, insurance policies, contracts).
- Supplies (Negotiable instrument, preprinted forms, paper, tapes, cassettes).
2. Aset logika
- Data atau informasi dan software termasuk sistem (Compilers, utilities, DBMS, OS, Communication Software, Spreadsheets).
- Aplikasi (Debtors, creditors, payroll, bill-of-materials, sales, inventory).

sumber :
http://farida.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.7